KOPERASI MODERN
Konsepsi modern, selalu identik dengan penggunaan teknologi informasi hingga mekanisme yang rinci dalam setiap alur proses bisnisnya. Benarkah demikian? Tepat tanggal 26 Mei 2017, saya mengajak rekan sekantor saya untuk berkunjung ke suatu daerah bernama Puatu di Kendari. Saat itu cuaca cukup signifikan kelabu, seolah-olah langit mulai tak sanggup membendung gumpalan uap air dalam wujud gumpalan-gumpalan awan di atas kota Haluoleo ini. Saat itu, kami berempat, dengan driver satu orang, melakukan kunjungan ke satu koperasi yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara ini. Koperasi Bidadari namanya. Koperasi ini berdiri pada tahun 2005.
Sarwanto dan Nitsar adalah penggagas berdirinya
koperasi ini. Koperasi ini hampir sebagian besar anggotanya merupakan pegawai
Bank Indonesia dan pensiunannya. Menurut informasi yang kami terima, salah satu
dari orang yang pernah menjadi pengurus koperasi itu, Muharam, koperasi ini
memiliki tata administrasi yang baik dan aktif menyalurkan pembiayaan ke
masyarakat. Inilah yang menjadi daya tarik kami (Ridhony, Feikal dan Zaelani)
untuk mencari tahu lebih dalam peran dari Koperasi ini. Perjalanan dari kantor
kami, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara di Jalan Abdullah
Silondae ini, menuju ke lokasi koperasi ini berada memakan waktu 17 menit.
Saat kami sampai di lokasi, kami melihat sebuah
gapura sederhana. Gapura tersebut merupakan celah masuk dan keluar kendaraan
dari dan ke jalan raya. Halaman persegi dan tampak muka gedung tersebut itu
memberi kesan bukan seperti area perkantoran. Awalnya kami mengira rumah
penduduk biasa yang disewa oleh koperasi yang akan kami kunjungi. Namun,
setelah kami masuk ke dalam, barisan memanjang ke belakang gedung itu semakin
memperjelas eksistensi berbagai kantor di dalamnya, mulai dari konsultan,
koperasi, sampai dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Sempat kami kebingungan di lobi, namun
berkat driver kami yang sigap, kami menemukan satu ruangan
sebagai kantor koperasi. Ruangan tersebut berada di belakang lobi gedung ini.
Kami menelusuri satu lorong tepi sebelah kiri lobi, dan bertemu dengan satu
pintu kayu yang tertutup, dan tepat di dalam raungan tersebut, terlihat
samar-samar, duduk sorang pria berkemeja kuning. Pria tersebut tidak sendiri, ternyata
ada seorang stafnya terlihat baru datang karena baru membuka laptopnya untuk
mengerjakan sesuatu. Kami mengetuk pintu dan Bapak tersebut mempersilahkan kami
masuk. Dalam keramahannya, Bapak ini menyambut kami, berkenalan dan menanyakan
keperluan kami datang. Kami menjelaskan bahwa kami akan mengikuti lomba karya
tulis koperasi dan UKM 2017 bertema "Koperasi Masa Depan Bangsa"
dengan subtema "Koperasi Memberdayakan Ekonomi Daerah".
Mimik tertarik dan penasaran mencuat atas
penjelasan kami. Kemudian, sedikit menggeser kursinya dan bertanya lebih. Saat
itu, kami menjelaskan bahwa lomba ini bukan dari Otoritas Jasa Keungan (OJK) di
mana saat ini kami bekerja, melainkan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah. Kami menjelaskan bahwa perlombaan ini dapat diikuti oleh warga
negara Indonesia, namun dikhususkan untuk wartawan dan blogger.
Antusias salah satu pendiri koperasi ini tidak surut, pertanda, Bapak yang
bernama Nitsar ini, merupakan penulis aktif juga.
Dalam perjalanan diskusi, Nitsar menjelaskan
bahwa Koperasi Bidadari ini berdiri sejak tahun 2005. Kala itu, beliau
merupakan konsultan pada Bank Indonesia. Beliau mengisahkan, selain
dirinya, Sarwanto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Tenggara merupakan pendiri Koperasi Bidadari ini, bahkan hingga kini Kepala
Perwakilan BI adalah pembina dari koperasi ini. Komposisi anggota koperasi ini
ternyata bukan hanya dari pegawai Bank Indonesia, pensiunan, melainkan ada
masyarakat umum yang ikut serta di dalamnya. Total anggota koperasi ini
sebanyak 83 orang dengan aset Rp482 juta.
Debitur koperasi ini sudah mencapai 42 orang
dengan penggunaan dana paling besar untuk konsumsi, kemudian modal usaha,
seperti jual pulsa, ternak ayam, rental mobil, warung dan sebagainya. Nitsar
sangat asyik menceritakan seluk beluk koperasi ini. Sejatinya, aktivitas
koperasi Bidadari ini sudah memberikan dampak kepada masyarakat khususnya bagi
penyaluran pembiayaan dalam rangka modal usaha tadi. Penjelasan demi penjelasan
mengalir senada dengan waktu yang bergulir, dan tanpa sengaja, arah pembicaraan
kami mengkerucut pada satu koperasi yang sejak awal tidak kami ketahui, namun
signifikan menggelitik sanubari.
Titik awal koperasi yang tak terduga kami
dapatkan informasi ini ketika Nitsar mulai masuk pada pembahasan peran aktif
dirinya dalam LSM yang bernama Sintesa. LSM ini ternyata memiliki koperasi yang
bernama Kontesa dengan satu program yang bernama Bantesa. Bantesa merupakan
kepanjangan dari pengembangan potensi ekonomi desa. Hal mulia yang tercermati
adalah niat awal pendirian program ini, yaitu dalam rangka menghalau rentenir.
Selidik punya selidik, tidak sedikit masyarakat di Sulawesi Tenggara ini
terjebak oleh bunga tinggi dari rentenir. Rata-rata 20% adalah besaran bunga
yang ditanggung oleh debitur jika meminjam sejumlah dana kepada rentenir,
sedangkan Bantesa hanya memberikan bunga 2% untuk setiap dana yang disalurkan.
Ternyata program koperasi ini mengadopsi konsep Bank Grameen dalam menyalurkan
dana kepada debitur. Konsep ini merupakan konsep yang diinspirasikan sekaligus
diimplementasikan oleh seorang peraih penghargaan Nobel tahun 2006 bernama
Muhammad Yunus.
Muhammad Yunus adalah seorang profesor dari
Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong, Bangladesh. Konsep perekonomian mikro
ini sangat berpengaruh pada kehidupan rakyat miskin di Bangladesh, bahkan sudah
100 negara lebih mengadopsi konsep ini. Salah satu elemen softcontrol yang
ditekankan dalam peminjaman dana ini adalah penekanan integritas pada debitur.
Hal ini senada dengan titik penting dalam analisis kredit dalam konsep 5C (character,
capacity, collateral, capital, dan condition) yaitu karakter (character)
debitur. Mengapa penting, karena karakter ini yang akan menggiatkan debitur
untuk membayar angsurannya dengan disiplin tanpa paksaan.
Disiplin ini tentu dibentuk melalui suatu
mekanisme yang sama dalam Bank Grameen, yaitu tanggung jawab renteng di mana
debitur koperasi ini berbentuk kelompok yang beranggotakan lebih dari 3 orang.
Tanggung jawab renteng ini bukan hanya sekedar saat terjadi ganti rugi (paska
kredit macet), termasuk dalam hal pencairan yang dapat ditunda jikalau
ada salah satu anggota kelompok yang belum membayar angsuran. Selain melalui
mekanisme prosedural, integritas para anggotanya juga diperkuat dengan aspek
spiritual, yaitu dengan melalui proses sumpah yang diucapkan oleh masing-masing
debitur didampingi pemuka agama.
Dalam aktivitas penyaluran dana, koperasi
Kontesa memberikan plafon kredit bervariasi, mulai Rp250 ribu, Rp1 juta, Rp2
juta, hingga paling tinggi Rp5 juta. Pemberian plafon tidak serta merta, tetapi
diberikan secara bertahap yang didasarkan pada kemajuan usaha debitur. Dan yang
makin menarik ini adalah, koperasi ini dapat membantu debitur yang membutuhkan
plafon kredit lebih dari Rp5 juta, yaitu dengan cara memfasilitasi debitur
dengan bank mitra. Artinya, koperasi ini mengambil peranan aktif dalam
meningkatkan inklusi keuangan, yaitu menjadi media untuk menghubungkan
masyarakat dengan bank.
Sisi yang tidak kalah penting lainnya adalah
peran aktif koperasi dalam membina usaha debitur. Pembinaan upaya debitur ini
dilakukan dengan cara edukasi dan asistensi langsung terhadap debitur. Misalnya
saja, untuk hal sederhana, bagaimana membuat laporan keuangan yang baik.
Penyusunan laporan keuangan yang baik ternyata memberikan pemahaman lebih
kepada debitur dalam mengelola biaya, sehingga debitur dapat membedakan mana
biaya yang berelasi dengan usaha mana biaya yang digunakan untuk konsumsi.
Selain peningkatan pengetahuan tentang akuntansi sederhana ini, koperasi ini
juga membina secara teknis, misalnya dalam hal membuka dan mengembangkan usaha.
Dan sudah terbukti, upaya pembinaan yang berkesinambungan kepada debitur
dimaksud membuahkan hasil. Sampai saat ini total dana yang disalurkan sudah
mencapai Rp5,8 miliar dengan jumlah anggota koperasi telah mencapai 60 orang.
Total aset koperasi ini sudah mencapai angka Rp8 miliar.
Tak terasa, hampir dua jam waktu dinikmati dalam
diskusi ini. Kehangatan diskusi ini melenakan diri untuk tidak menyadari
bahwa hujan telah berlabuh ke bumi dan meninggalkan rintik-rintik hujan pada
hari yang makin sore itu. Sore ini sungguh kami nikmati dengan secangkir
inspirasi segar tak terduga, layaknya blessing in disguise.
Inspirasi ini sesegar petrichor yang
semerbak kala hujan tuntas membasahi bumi yang kering. Inspirasi yang
menujukkan bahwa kata modern dalam koperasi tidak serta merta terletak pada
aksentuasi teknologi informasi hingga mekanisme yang rinci dalam setiap alur
proses bisnisnya, walau itu tetap penting dan perlu diperhatikan untuk kemajuan
koperasi negeri, melainkan lebih dalam lagi membawa kepada ingatan diri atas
esensi sejatinya koperasi.
Koperasi yang membawa dirinya bukan memperdaya
masyarakat dalam rangka memperoleh benefitbelaka, melainkan peran
aktif dalam memberdayakan masyarakat melalui pengembangan usaha, termasuk
menjadi media yang dapat menghubungkan masyarakat dengan industri jasa keuangan
(misalnya perbankan) demi kemajuan bersama. Hal inilah yang menjadi satu
keyakinan kami bahwa jika koperasi berdaya, niscaya rakyat sejahtera.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar