Jumat, 08 Desember 2017

Koperasi Transportasi Online

Baru-baru ini driver Grab menggelar demo bertubi-tubi terkait pemblokiran akun yang membuat mereka tidak bisa mencairkan insentif lebaran.
Hal ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga di Kota Makassar.
Bukan cuma Grab, driver Gojek juga sempat demo pada bulan Mei yang lalu.
Bagaimana dengan Uber? Sebenarnya pada tanggal 3 Mei 2017 kemarin mereka sempat demo juga, tetapi tidak masuk berita. Cari saja di Google dengan kata kunci “demo driver uber karmel” maka akan muncul banyak video yang direkam oleh para driver. Demonya valid, karena seminggu setelah itu Uber merilis tanggapan resmi di website-nya. Sayang, isinya normatif saja, tidak ada yang menjawab tuntutan secara gamblang.
Berita yang saya cantumkan di atas adalah berita-berita terbaru. Tapi kalau Anda Googling barang sebentar, demo driver Transportasi Online (TO) kepada perusahaan sudah terjadi berkali-kali. Motif dasarnya selalu sama, driver merasa perusahaan tidak benar-benar menganggap mereka sebagai mitra.
Kalau demo terjadi secara berulang-ulang dengan alasan yang sama, berarti akar masalahnya belum terselesaikan. Jika memang sejajar, seharusnya para “driver dan owner” (baca: mitra) dilibatkan secara struktural dan formal. Kalau para mitra benar-benar dilibatkan dalam pembuatan aturan, apa ya mereka bakal demo tentang aturan?
Padahal TO sudah menjadi tempat ribuan orang mencari nafkah. Apa ya mau begini-begini terus?
Kira-kira apa solusinya? Struktur ekonomi seperti apa yang sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia yang kekeluargaan dan gotong-royong?
Pernah dengar Koperasi?
Bukannya Memang Sudah Koperasi?
Jadi, secara legal-formal memang perusahaan TO sudah bekerjasama denganbeberapa koperasi supaya tidak melanggar aturan pemerintah. Aturan yang dimaksud adalah ketentuan penyelenggaraan jasa angkutan mobil yang harus dinaungi oleh badan hukum dengan izin angkutan, sesuai dengan PM 26 tahun 2017.
Apakah ini bentuk koperasi yang diharapkan? Jelas bukan.
Kalau dibuat diagram, kira-kira sekarang strukturnya seperti ini:

 Gambaran struktur perusahaan TO saat ini.
Kalau bentuknya seperti ini, relasi antara perusahaan TO dan mitra sama sekali bukan perkoperasian. Ini hanya relasi majikan-buruh seperti biasa.
Satu saja pertanyaan saya, dalam struktur di atas, siapa yang bisa menentukan aturan main, harga, poin, dan bonus? Koperasi A? Koperasi B?Atau tetap perusahaan TO-nya?
Menilik struktur dan aturan saat ini, apakah Anda melihat sesuatu yang janggal?
Kenapa harus lewat badan hukum lain? Kenapa bukan Uber, Grab, atau Gojek yang langsung menaungi para mitra? Aturan yang ada hanya menyatakan wajib berbadan hukum dan tidak harus dalam bentuk koperasi. Jadi sebenarnya badan hukum perusahaan TO yang berbentuk PT bisa-bisa saja langsung membawahi para mitra. Tapi kenapa harus ada “penengah” lain?
Jawabannya, karena para perusahaan TO maunya dianggap sebagai perusahaan IT dan tidak mau disebut sebagai perusahaan transportasi. Kenapa? Beberapa alasannya adalah apabila dianggap sebagai perusahaan transportasi maka a) driver harus dianggap sebagai pegawai, dan b) mobil yang digunakan harus atas nama perusahaan.
Kedua alasan di atas akan sangat menghambat gerak para perusahaan TO karena belanja pegawai dan belanja aset yang harus dikeluarkan untuk semua itu akan sangat besar. Mereka akan menjadi tidak “seksi” di mata para investor karena hanya menjadi perusahaan transportasi biasa saja, bukan suatu startup teknologi.

Berarti Enggak Cocok Ya Kalau Jadi Koperasi?
Tunggu dulu. Saya cuma bilang kalau para perusahaan TO pasti tidak akan mau untuk langsung menaungi para mitra. Ini masalah ketidakmauan, bukan ketidakcocokan. Kalau dibilang tidak cocok menjadi koperasi, wah, itu sebuah kesalahan yang besar.
Bentuk koperasi sangat cocok untuk TO terutama karena dua hal ini:
1.      Modal kendaraan dari “driver dan owner” (baca: mitra) sendiri.
2.      Pencatatan transaksi yang jelas.
Kalau kita perhatikan, poin 1 membuat andil perusahaan TO menjadi terasa minimal. Kerja utama mereka hanya marketing dan manajemen sistem. Mayoritas aset & modal sudah disediakan oleh para mitra dalam bentuk kendaraan bermotor. Kekuatan sebenarnya terletak di tangan para mitra.
Sedangkan poin 2 merupakan dampak dari penggunaan aplikasi berbasis IT. Data transaksi yang tercatat dengan baik ini akan memudahkan proses pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada para anggota koperasi setiap tahunnya.
Kesalahan Struktur TO Saat Ini
Sebelum kita bahas sistem koperasi seperti apa yang tepat untuk TO, coba kita analisis kesalahan pada sistem TO yang ada saat ini dengan melihat substansi dari demo-demo yang sudah terjadi:
1.      Penyusunan dan perubahan aturan. Siapa yang melakukan fungsi tersebut? Adakah perwakilan mitra atau konsumen yang dilibatkan?
2.      Penentuan harga. Siapa yang menentukan harga? Katanya hanya marketplace (penghubung) driver dengan consumer, tapi kok ikut menentukan harga? Di mana-mana pasar tidak ikut menentukan harga, adanya juga himbauan.
3.      Penentuan bonus. Siapa yang menentukan bonus? Besar mana proporsi bonus dengan harga standar? Bonus poin ini disusun demi kepentingan siapa? Apakah hanya agar para driver tidak bekerja rangkap?
4.      Manfaat jangka panjang. Dengan segala keringat, waktu, airmata, tenaga, dan modal yang dikeluarkan oleh para mitra, apa yang mereka dapatkan di luar bayaran harian dan mingguan? Padahal mereka adalah elemen yang justru memberikan manfaat nyata di lapangan.
Inti dari masalah-masalah di atas sebenarnya adalah power dynamics. Perusahaan TO selalu membungkus relasi mereka terhadap driver dan ownerdengan istilah “mitra” sehingga memunculkan kesan bahwa mereka sejajar.
Kalau sejajar kenapa keputusan selalu dibuat searah? Kalau bukan sejajar ya jadinya relasi perusahaan-pegawai dong. Kalau menyebut kata pegawai biasanya perusahaan TO pada sensitif, haha. Karena kalau dianggap pegawai, waduh berapa duit mereka habis buat gaji para “mitra”.
Koperasi TO yang Sejati
Kalau memang benar-benar mau membangun koperasi Transportasi Online, maka kedua syarat berikut harus terpenuhi:
1.      Keterlibatan seluruh elemen. Suara mitra dan konsumen harus bisa dipertimbangkan tanpa perlu demo atau posting di medsos. Harus ada perwakilan dari mitra, konsumen, sekaligus pemerintah secara struktural.
2.      Pembagian keuntungan yang adil. Para mitra yang sudah berkorban banyak tentu harus mendapatkan imbalan yang setimpal. Konsumen yang sering menggunakan layanan TO juga harus mendapatkan manfaat lebih.
Struktur organisasi yang memenuhi kedua syarat di atas dan tetap sesuai dengan UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian kira-kira seperti ini:


Rancangan koperasi TO multi-pihak.
Bentuk koperasi ini disebut koperasi multi-pihak (multi-stakeholder co-op). Struktur ini memastikan keterlibatan dari & keuntungan bagi seluruh elemen yang terkait.
Berikut penjelasan dari bagan di atas:
1.      Rapat anggota: Pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Prinsipnya demokratis dengan 1-man-1-vote dan wajib dihadiri oleh seluruh anggota. Berhak mengangkat dan memberhentikan pengurus, pengawas, serta pembina.
2.      Pengurus: Bertanggung jawab mengenai segala kegiatan koperasi dan usahanya. Terdiri dari perwakilan mitra, pengelola, dan konsumen.
3.      Pengelola: Tim manajemen yang bertugas mengelola dan mengembangkan sistem aplikasi. Diangkat oleh Pengurus dalam hubungan kerja atas dasar perikatan. Bisa bergabung sebagai anggota koperasi.
4.      Pembina: Terdiri dari perwakilan pemerintah, Organda, ahli transportasi, serta pihak eksternal lain yang memiliki kemampuan untuk membina Pengurus.
5.      Pengawas: Opsional. Bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi. Berisi perwakilan dari elemen yang sama dengan Pengurus.
6.      Anggota: Seluruh mitra, konsumen, pengelola, dan anggota masyarakat yang sanggup memenuhi syarat pendaftaran anggota koperasi.
Melalui bentuk koperasi multi-pihak ini maka syarat nomor 1 bisa dipenuhi. Struktur ini akan mencegah terjadinya demo dengan menjamin keterlibatan seluruh pihak yang memiliki kepentingan dalam keberlangsungan koperasi.
Syarat nomor 2 — pembagian keuntungan yang adil — akan dipenuhi melalui pembagian SHU. Mekanisme ini akan mewujudkan kesejahteraan jangka panjang bagi seluruh elemen yang terlibat, terutama driver dan owner.


sumber gambar : http://caraharian.com/
Pembagian SHU didasarkan pada dua hal, yaitu Jasa Modal dan Jasa Usaha.
Jasa Modal
Salah satu syarat untuk menjadi anggota koperasi adalah membayar simpanan pokok. Simpanan ini dibayarkan di awal saja.
Selain simpanan pokok di awal, masing-masing anggota juga harus membayar simpanan wajib bulanan. Nilai simpanan wajib dapat dibedakan antar jenis anggota. Misalnya, karena kemampuan bayarnya tidak sama, maka mitra mobil dan motor dibedakan angka setorannya.
Eksklusif bagi owner kendaraan, mereka dapat menambah nilai Jasa Modal melalui simpanan khusus.
Syarat simpanan khusus adalah bersedia menyerahterimakan mobil miliknya kepada koperasi (mengikuti aturan STNK atas nama badan hukum). Nilai jual dari kendaraan yang diserahkan ini menjadi nilai simpanan khusus milik owner.
Simpanan khusus ini sebaiknya hanya dilakukan selama koperasi belum sanggup membayar nilai mobil owner (baik secara kontan maupun cicilan). Nilai simpanan khusus ini akan terlalu mendominasi simpanan yang lain sehingga tidak selaras dengan semangat kebersamaan koperasi. Simpanan khusus ini harus dibayarkan/dikembalikan kepada owner sesegera mungkin.
Akumulasi simpanan pokok, wajib, dan khusus ini menjadi nilai Jasa Modal dari masing-masing anggota.
Jasa Usaha
Penggunaan sistem berbasis IT membuat penghitungan Jasa Usaha masing-masing anggota menjadi jauh lebih mudah. Tidak hanya itu, IT juga mempermudah dalam membedakan mana transaksi anggota dengan transaksi non-anggota.
Driver yang lebih sering “narik” tentu memberikan pemasukan yang lebih besar bagi koperasi. Begitu juga dengan para consumer yang rajin menggunakan jasa TO koperasi, mereka juga berhak mendapatkan imbal jasa yang setimpal. Akumulasi transaksi yang dilakukan selama satu tahun menjadi nilai Jasa Usaha masing-masing mitra dan konsumen.
Khusus untuk pengelola, nilai Jasa Usaha mereka dihitung dari total waktu kerja. Waktu kerja ini dikalikan dengan suatu faktor konversi sehingga bisa menjadi nilai Jasa Usaha masing-masing pengelola.
Rumus Penghitungan SHU
Agar para anggota semakin semangat untuk menggunakan layanan koperasi, proporsi pembagian SHU dari Jasa Usaha Anggota (JUA) pada umumnya lebih besar daripada Jasa Modal Anggota (JMA). Biasanya JUA:JMA = 70:30. Hal ini selaras dengan semangat koperasi yang lebih mengedepankan partisipasi dalam transaksi daripada modal.
Jadi misalkan SHU Koperasi X yang berasal dari transaksi anggota nilainya sebesar Rp 100 juta dan diputuskan bahwa 40% dibagikan kepada anggota, maka nilai JUA = 70% x Rp 40 juta = Rp 28 juta sedangkan JMA = 30% x Rp 40 juta = Rp 12 juta.
Setelah didapatkan nilai JUA dan JMA, maka SHU bagi masing-masing anggota dihitung dengan formula berikut:


Keuntungan Menjadi Koperasi TO
Perubahan struktur menjadi koperasi akan menguntungkan seluruh pihak yang terlibat, terutama driver, owner, dan costumer. Siapa yang “rugi”? Tentu perusahaan yang saat ini menjadi pengelola TO, yaitu Grab, Gojek, dan Uber.
Walau secara kasat mata terlihat “rugi”, namun sebenarnya dalam jangka panjang format ini akan menguntungkan perusahaan. Koordinasi akan berjalan lebih lancar, demo bisa dicegah, dan relasi dengan pihak-pihak eksternal terjaga dengan baik.
Sistem koperasi ini akan mengembalikan keuntungan pada pihak yang sebenarnya paling berpengaruh dalam kelangsungan TO, yaitu driverowner, dan consumer. Mereka yang memberikan manfaat terbesar tentu berhak mendapatkan timbal balik yang sesuai.
Keuntungan lain yang tak kalah hebat dari koperasi adalah berkurangnya kesenjangan ekonomi. Bukan hanya karena para anggota akan bisa mendapatkan SHU setiap tahunnya, tetapi lebih besar dari itu, yaitu perubahan mindset.
Para mitra yang sebelumnya hanya merasa sebagai buruh akan berubah pola pikirnya karena ia juga pemilik. Para konsumen yang selalu merasa ingin dilayani akan berubah sudut pandangnya karena ia punya hak untuk ikut andil dalam membangun koperasi. Semangat berdikari akan tumbuh dengan sendirinya pada diri masing-masing anggota.
Bahkan menurut saya konflik antara TO dengan transportasi konvensionalbisa berkurang drastis. Para driver dan owner taksi serta ojek konvensional seharusnya lebih bersedia bergabung dengan transportasi berbasis aplikasi yang menggunakan struktur koperasi. Kenapa?Karena dengan bentuk koperasi mereka bisa terlibat dan merasakan manfaat jangka panjangnya secara langsung.
Perkembangan Koperasi Internasional
Gerakan koperasi di kancah internasional sedang mengalami perkembangan yang pesat. Pertumbuhan ini dipicu oleh krisis finansial pada tahun 2008–2009 lalu serta data terbaru yang menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi saat ini begitu tinggi.
Amerika Serikat dan Inggris saja — dedengkot kapitalisme —malah sudah memikirkan koperasi yang selaras dengan perkembangan dunia digital dan internet saat ini, yaitu platform cooperativism.
Sangat disayangkan di Indonesia koperasi hanya identik dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Itu pun belum tentu KSP yang baik-baik. Begitu banyakpenipuan investasi berkedok koperasi. Kasus yang terbaru ada Koperasi Pandawa Group. Beberapa tahun lalu salah satu nama besar, Cipaganti, juga sempat terjerat kasus penipuan koperasi.
Buruknya reputasi koperasi ini membuat orang menganggap koperasi tidak akan bisa sukses seperti usaha pada umumnya. Namun, apakah realita di lapangan memang benar seperti itu?
Di Spanyol ada sebuah koperasi sangat besar bernama Mondragon. Seberapa besar? Total pegawainya ada 74.335 orang, perusahaan & koperasi yang ada di dalamnya sebanyak 261 buah, dan mereka memiliki 15 pusat riset & teknologi. Ini bukan koperasi ecek-ecek karena dia bahkan punya pabrik sendiri, bank sendiri, asuransi sendiri, dan juga universitas sendiri.
Berkembangnya Mondragon dari tahun 1956 hingga sekarang ini membuktikan bahwa sebenarnya koperasi bisa menjadi badan usaha yang profesional, besar, dan sukses. Padahal Mondragon dimiliki oleh pegawainya sendiri (worker-owned) lho, kurang hebat apalagi?
Koperasi terbesar di dunia: Mondragon

Salah satu proklamator kita, Bung Hatta, sudah dari dulu menyerukan bahwa koperasi adalah realisasi dari ekonomi kerakyatan yang sesuai dengan budaya Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 juga sudah jelas-jelas mendorong koperasi sebagai instrumen utama — soko guru — perekonomian Indonesia. Kenapa sampai sekarang belum terwujud sepenuhnya?

“Dasar kekeluargaan itulah dasar hubungan istimewa pada koperasi. Di sini tak ada majikan dan buruh, melainkan usaha bersama antara mereka yang sama kepentingannya dan tujuannya.” — Bung Hatta







Daftar Pustaka
https://medium.com/@msenaluphdika/biar-transportasi-online-ga-ribut-ribut-lagi-dibikin-koperasi-aja-gimana-efe1441572bd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar